JANJI Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (49
tahun) untuk membuat para nelayan tersenyum memiliki arti penting. Pasalnya
sejak dulu Susi sering melihat nelayan hidup susah dan terbelit utang rentenir.
Dengan pengolahan dan pemasaran yang baik, Susi yakin
hasil tangkapan nelayan bisa menjadi sumber kekayaan.
"Nelayan itu banyak yang pintar cari ikan tapi
nggak bisa memasarkan. Banyak hasil tangkapan mereka yang terbuang percuma
karena tidak laku, akibatnya kondisi ekonomi mereka pas-pasan. Itu yang harus
dirubah. Intinya bagaimana meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan nelayan
itu," ujar Susi beberapa waktu lalu.
Itu menjadi salah satu misinya dalam mengemban tugas
sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Mengolah dan memasarkan hasil laut sudah menjadi
santapan sehari-hari Susi sejak drop out dari sekolah kelas II SMA. Saat itu,
berbekal ijazah SMP, Susi tetap ingin hidup mandiri tanpa nebeng orangtua.
Kerja keras pun dilakoni Susi."Awalnya coba-coba
jual baju tapi gak laku-laku, terus jualan bed cover, pernah juga jual cengkeh.
Tiap hari, keliling naik motor keliling dagangan tapi tetep aja ekonomi
seret," kenangnya.
Hingga, dia menyadari bahwa potensi Pangandaran adalah
di bidang perikanan. Sebab setiap hari dia melihat ratusan nelayan membawa ikan
ke pantai. Karena tidak memiliki uang, dia terpaksa menjual kalung serta cincin
miliknya seharga Rp 750 ribu untuk modal membeli ikan.
"Hari pertama aku jualan 1 kilo ikan, dibeli
restoran milik teman. Dari situ modalnya kuputar sampai sekarang,"
ungkapnya.
Dari hanya menjual 1 kilogram, dagangan Susi terus
bertambah menjadi 1 truk lobster karena harus memenuhi permintaan
restoran-restoran di Jakarta. Dari mulai menyewa truk sampai akhirnya memiliki
truk sendiri.
Setiap hari Susi berangkat pukul tiga sore dari
Pangandaran dan sampai di Jakarta tengah malam."Turunkan dagangan terus
langsung balik ke Pangandaran. Kadang saya yang nyopir kalau sopir truknya
ngantuk," kenangnya.
Wanita pengagum tokoh Semar dalam dunia pewayangan itu
menyatakan sudah tiga kali menikah. Suaminya yang terakhir, Christian von
Strombeck merupakan seorang mekanik pesawat asal Perancis.
Dari pria itu Susi mendapat ide untuk menggunakan
pesawat untuk mengirim lobster ke Jakarta."Kalau pakai truk biasanya
separo lobster mati, tapi sejak pakai pesawat bisa hidup semua. Harga lebih
tinggi karena fresh," tandasnya.
Pesawat itu dibeli dari uang pinjaman bank. Bukan
perkara mudah untuk mendapatkan dana itu. Puluhan bank menertawainya karena
tidak semua percaya hasil penjualan ikan bisa untuk membayar cicilan.
Padahal waktu itu Susi telah memiliki pabrik
pengolahan ikan serta sebuah restoran yang paling terkenal di Pangandaran, The
Hilmans."Kita dianggap gila waktu masukin business plan ke bank tahun
2000," sambungnya.
Sampai akhirnya Bank Mandiri mau memberi pinjaman
sebesar USD 4,7 juta untuk bangun landasan dan beli dua pesawat, Cessna dan
Grand Caravan. Namun, baru sebulan dipakai, terjadi bencana tsunami di Aceh.
"Tanggal 27 kami berangkatkan satu pesawat untuk
membantu. Pesawat kami yang pertama bisa mendarat di Meulaboh. Tanggal 28 kami
masuk satu lagi. Kami bawa beras, mi instan, air dan tenda-tenda,"
ungkapnya.
Awalnya, Susi berniat membantu distribusi bahan pokok
secara gratis selama dua minggu saja. Tapi, ketika hendak balik, banyak lembaga
non-pemerintah yang memintanya tetap berpartisipasi dalam recovery di Aceh.
"Mereka mau bayar sewa pesawat kami. Satu
setengah tahun kami kerja di sana. Dari situ, Susi Air bisa beli satu pesawat
lagi. Setelah itu keterusan sewa-sewain, beli pesawat lagi sampai bisa punya 50
pesawat," jelasnya. (wir)
0 komentar :
Posting Komentar