Susi Pujiastuti punya kisah hidup menarik di wilayah
Pangandaran, Jawa Barat. Jauh sebelum ia berlari-lari kecil di halaman Istana
Negara saat diperkenalkan Presiden Joko Widodo
sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di Kabinet Kerja, Susi sudah menjalanin
kehidupan berpeluh mulai dari jualan bed cover hingga begadang di tempat
pelelangan ikan. Berikut sepenggal kisah hidup menteri 'nyentrik' tersebut.
PADA tahun 2004, ibu-ibu nelayan yang tergabung dalam
delapan rukun nelayan (RN) di kawasan Pantai Ciamis Selatan (waktu itu
Pangandaran belum berpisah dari Ciamis), mendaulat Susi Pusjiastuti sebagai
"Ibu Nelayan Pangandaran".
"Gelar Ibu Nelayan Pangandaran untuk Ibu Susi
belum dicabut sampai sekarang," ujar Sekretaris HNSI Ciamis Asep Nurdin
yang juga menjabat sebagai Ketua BPD Pangandaran kepada Tribun Jabar, Senin
(27/10/2014).
Pemberian gelar "Ibu Nelayan Pangandaran"
kepada Susi, kata Asep, atas jasa Susi dengan kegiatan ekspor ikan, khususnya
ikan layur dan udang lobster yang berdampak pada kesejahteraan nelayan di
pantai selatan Pangandaran.
Sebagai bakul ikan, Susi membeli ikan nelayan dengan
harga yang tinggi. Oleh Susi, ikan layur dan lobster dari Pangandaran diekspor
ke Jepang. Menurut Asep, Susi terjun menjadi bakul ikan pada tahun 1980-an
setelah meninggalkan bangku kelas dua SMA di Yogjakarta.
Susi sempat menjadi penjual bed cover ke
pengelola hotel di Pangandaran. Sebagai bakul ikan, Susi rela malam-malam
nongkrong di TPI Pangandaran, menunggu nelayan pulang melaut. Susi juga pernah
jadi penampung sarang burung walet. Dia mencari sarang burung walet hingga ke
Sumatera.
Bahkan tahun 1993, Susi mendirikan pabrik pembekuan
ikan dan udang dengan merek "Susi Brand". Awal era reformasi, Susi
benar-benar mendapat berkah. Usaha ekspor ikan dan udangnya makin berkibar.
Ekspor ikannya dibayar dengan dolar.
Tahun 2003 Susi membeli sebuah pesawat terbang Cessna
jenis Caravan untuk membawa udang lobster dari Pangandaran ke Cengkareng.
Dengan pesawat yang sama, Susi berburu udang lobster ke berbagai pantai.
Keberadaan Bandara Nusawiru yang saat itu belum
berfungsi sebagaimana adanya sangat mendukung usaha Susi mengembangkan usaha
ekspor ikannya. Susi menjadi nelayan pertama di Indonesia yang mempunyai
pesawat terbang.
Untuk mendapat ikan dan lobster, Susi sampai terbang
ke Simeuleu, Aceh dan Pulau Yakihimo di Papua. Pabrik pembekuan ikan milik Susi
terus berkembang, ratusan warga sekitar direkrutnya jadi pekerja pabrik.
"Sebagai pengusaha ikan, Susi hapal betul
karakter dan kondisi nelayan di pusat-pusat produksi ikan laut. Ia juga tahu
betul karakter pasar ikan di tingkat nasional dan pasar ekspor," ujar
Asep.
Tsunami besar yang melanda Aceh pada tanggal 26
Desember 2004 menjadi titik perubahan kehidupan bisnis yang dilakoni Susi.
Pesawat terbang Susi merupakan pesawat terbang pertama yang mendarat di
Simeuleu, hanya dua hari setelah tsunami yang menewaskan ratusan ribu nyawa
tersebut.
Pesawat Susi tak hanya membawa bantuan kemanusian,
obat-obatan tetapi juga jurnalis dari luar negeri termasuk CNN. Selama kondisi
darurat bencana di Aceh waktu itu, pesawat Susi dicerter banyak pihak terutama
pihak luar negeri untuk mendistribusikan bantuan.
Sejak itu pesawat terbang Susi terus bertambah. Kini
Susi dengan Susi Air tidak hanya memiliki 41 pesawat berbagai jenis, tetapi
juga menjalani sekitar 250 (75 persen) rute penerbangan pesawat perintis di
tanah air mulai dari Sumatera hingga Papua. Susi selanjutnya bahkan
membuka sekolah pilot.
Menurut mantan Kades Pananjung, H Maolin, Susi
Pujiastuti tinggal di Jalan Merdeka, Dusun Karangsalam RT 07/01, Desa Pananjung
Pangandaran.
Susi anak pertama dari empat bersaudara, dan
satu-satunya anak perempuan dari pasangan H Ahmad Karlan (alm) dan Hj
Suwuh Lasmina (almh). Asep yakin, sebagai orang Pangandaran, Susi takkan lupa
kepada Pangandaran dan nelayannya. Andri M Dani/Tribun Jabar
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/29/kisah-susi-pujiastuti-di-pangandaran-dari-jual-bed-cover-hingga-nongkrong-begadang-di-tpi
0 komentar :
Posting Komentar